Resensi Buku Madilog



Judul Buku                  : Madilog. Materialisme, Dialektika, dan Logika
Penulis Buku               : Tan Malaka
Penyunting Buku        : Tim Narasi
Penerbit Buku             : NARASI
Cetakan                       : Pertama, Tahun 2014
Ketebalan Buku          : 568 Halaman

            Madilog ini merupakan magnum opus dari Tan Malaka, seorang nasionalis dan pahlawan nasional Indonesia. Menurut Tan Malaka, untuk menjadikan bangsa Indonesia yang maju dan merdeka, rakyat Indonesia haruslah terlebih dahulu melepaskan diri dari belenggu logika mistika. Logika macam ini sangatlah melumpuhkan karena ketimbang menyelesaikan permasalahan sendiri, rakyat Indonesia lebih senang mengharapkan kepada kekuatan-kekuatan ghaib. Madilog ini dijadikan solusi oleh Tan Malaka untuk membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu logika mistika.
            Di dalam buku ini, Tan Malaka memberikan tiga solusi agar rakyat Indonesia tidak terjebak dalam logika mistika, yaitu dengan pola pikir materialisme, dialektika, dan logika. Jika seseorang sudah menggunakan tiga pola pikir tersebut, maka bebaslah dia dari belenggu logika mistika yang melumpuhkan.
            Dimulai dari solusi yang pertama yaitu materialisme. Materialisme yang dimaksud disini bukanlah pola pikir yang mengutamakan harta, melainkan sebuah pola pikir yang berlandaskan kebendaan. Materialisme ini merupakan senjata utama untuk melawan logika mistika karena logika mistika berlandaskan pada roh, bukan benda nyata. Di buku ini, Tan Malaka terlebih dahulu menjelaskan apa yang dimaksud dengan logika mistika serta memberikan contoh-contohnya. Setelah menjelaskan mengenai logika mistik, barulah Tan Malaka menjelaskan mengenai konsep materialisme. Dalam menjelaskan konsep materialisme, Tan Malaka tidak hanya menjelaskan dengan contoh, tapi juga mengajak pembacanya untuk berlatih menggunakan pola pikir materialisme.
            Yang kedua adalah dialektika. Dialektika merupakan cara berpikir seperti sebuah dialog, baik dengan diskusi maupun dengan memunculkan pertanyaan retoris sendiri. Konsep dialektika yang dijelaskan Tan Malaka dalam buku ini berdasarkan pada konsep dialektikanya Hegel, yang terdiri dari tesis, antitesis, dan sintesis, lalu dipadukan dengan konsep materialisme ala Karl Marx dan Frederich Engels. Dialektika, menurut Tan Malaka, dapat digunakan oleh bangsa Indonesia untuk menyelesaikan sebuah perkara rumit dan sulit.
            Yang ketiga dan yang terakhir adalah logika. Logika merupakan pola pikir yang mengandalkan fakta yang didapat dari percobaan atau eksperimen. A=A dan B=B, itulah pola pikir logika yang Tan Malaka gambarkan di dalam buku ini. Berbeda dengan dialektika, yang dimana A bisa jadi B, logika tidak memakai proses dialog sehingga hasil yang didapat cenderung berupa sebuah kepastian. Karena tidak menggunakan proses dialog, pola pikir logika ini hanya dapat digunakan untuk menyelesaikan perkara-perkara sederhana saja.
            Dalam menjelaskan konsep madilog di dalam buku ini, Tan Malaka menggunakan bahasa yang cenderung Melayu. Hal ini dapat dimaklumi jika kita melihat tahun penulis menulis madilog ini, yaitu sekitar tahun 1942 sampai 1943, dimana belum ada peraturan baku mengenai tata bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Melayu ini juga dapat dipengaruhi oleh latar belakang penulis yang merupakan orang Padang. Selain menggunakan bahasa Melayu, Tan Malaka juga sering menggunakan istilah dalam bahasa asing, terutama bahasa Inggris.           
            Di dalam buku ini, Tan Malaka hanya menjelaskan “permukaannya“ saja dari konsep madilog, sedangkan jika ingin menyelami lebih dalam mengenai konsep madilog, haruslah si pembaca menggunakan pola pikir madilog untuk memahami penjabaran dari Tan Malaka. Ini merupakan kelebihan yang jarang ditemui di dalam buku lain. Tan Malaka ingin pembaca buku ini benar-benar menggunakan pola pikir madilog, sebagai usaha untuk melawan pengaruh logika mistika.
            Walaupun bertujuan untuk mengalahkan pengaruh logika mistika, Tan Malaka tidak benar-benar menjelaskan secara detil mengenai apa yang dimaksud dengan hal mistik. Perbedaan antara hal nyata dengan hal ghaib masih abstrak di dalam buku ini. Tan Malaka hanya sekedar menjelaskan bahwa pola pikir logika mistik adalah pola pikir yang berdasarkan pada roh dan pola pikir materialisme berdasarkan pada kebendaan. Pengertian dari kebendaan itu sendiri ialah hal-hal yang dapat kita rasakan, dan manusia tidak mungkin mengenal hal-hal ghaib jika tidak bisa merasakannya. Hal-hal ghaib ini menjadi eksis di dalam pikiran orang-orang yang tidak percaya pada ghaib, dan pada orang-orang yang percaya pada ghaib, keghaiban ini menghilang dan melebur ke dalam nyata. Ini merupakan kekurangan yang sangat fatal karena tanpa adanya batas konkret yang memisahkan antara yang nyata dan yang ghaib, pola pikir madilog ini akan menjadi tidak berguna sama sekali.
            Berdasarkan pada apa yang telah saya ungkapkan di awal, buku ini sangat cocok dibaca oleh masyarakat Indonesia yang ingin memiliki pola pikir maju. Tapi, untuk melengkapi kekurangan yang dimiliki buku ini, calon pembaca haruslah paham terlebih dahulu konsep nyata dan ghaib yang bisa didapat dari sumber-sumber lain sebelum membaca buku ini.

Previous
Next Post »