1
.
Data
film
a.
Judul :
Max Havelaar of de
Koffieveilingen der Nederlandsche Handelsmaatschappij
b.
Genre : Drama
c.
Pemain : Peter Faber (Max Havelaar), Sacha Bulthuis (Tine),
Adendu Soesilaningrat (Bupati), Maruli Sitompul (Demang), Krijn ter Braak
(Verbrugge), Carl van der Plas (Residen), Rima Melati (Mevrouw Slotering), Joop
Admiraal (Slotering), Pitradjaya Burnama (Djaksa), Herry Lantho (Saidjah),
Nenny Zulaini (Adinda), Frans Vorstman (Gubernur Jendral), Rutger Hauer
(Duclari), Mello Nieuwenhuis (Maxje), Adrian Brine (Dokter), Minih bin Misan
(Ayah Saidjah).
d.
Tahun
produksi : 1976
e.
Rumah
produksi : PT. Mondial Motion Pictures, Rademakers Productie BV.
f.
Penulis
cerita : Multatuli
2.
Sinopsis
Film ini bercerita
tentang seorang pegawai negeri Belanda yang idealis bernama Max Havelaar. Max
Havelaar awalnya merupakan seorang asisten residen di wilayah Maluku. Setelah
kematian asisten residen Lebak yang bernama Slotering, Max Havelaar ditunjuk
untuk menjadi asisten residen Lebak.
Lebak, waktu itu
tahun 1850, merupakan daerah yang miskin. Max Havelaar berkeinginan keras untuk
merubah keadaan Lebak yang miskin melarat itu. Pertama-tama ia berusaha
mengidntifikasi dahulu akar masalah dari kemiskinan di Lebak. Max Havelaar
terkejut karena yang menjadi akar dari kemiskinan di Lebak adalah penindasan
rakyat yang dilakukan oleh penguasa lokal, dalam kasus ini adalah Bupati Lebak.
Bupati Lebak
melakukan penindasan dengan cara memeras rakyatnya demi keuntungan dirinya
sendiri. Bupati Lebak menarik pajak yang sangat tinggi bagi rakyat jelata.
Selain itu, Bupati Lebak juga merampas kerbau-kerbau milik rakyat demi acara
hajatan yang diselanggarakan oleh Bupati sendiri. Jika ada rakyat yang
melakukan protes, maka Bupati Lebak akan menyuruh ajudannya, Demang, untuk
merepresi rakyat tersebut.
Max Havelaar berusaha
menghapuskan penindasan yang menyebabkan rakyat Lebak hidup dalam kemiskinan
ini. Tapi ia harus menghadapi banyak tantangan. Asisten residen sebelumnya,
Slotering, juga berusaha untuk menghapus penindasan ini juga dan ia mati
diracun oleh Bupati Lebak melalui ajudannya, Demang. Upaya untuk mencelakakan
Max Havelaar pun juga terjadi ketika seorang oknum yang tidak diketahui
melemparkan sekarung penuh dengan ular ke halaman rumah dinas Max Havelaar.
Upaya pertama yang
dilakukan oleh Max Havelaar untuk menghapuskan penindasan yang dilakukan oleh
Bupati Lebak kepada rakyat Lebak adalah dengan memberi gaji yang lebih kepada
Bupati Lebak beserta bawahannya. Max Havelaar berasumsi jika mereka diberi gaji
lebih, mereka tidak akan memeras rakyat lagi. Tapi nyatanya, Bupati Lebak tetap
memeras rakyat.
Upaya kedua yang dilakukan
oleh Max Havelaar adalah dengan melaporkan tindakan Bupati Lebak kepada Regent.
Disini Max Havelaar mengalami beberapa kendala. Dalam membuat laporan, tentu
Max Havelaar membutuhkan saksi, sedangkan saat itu rakyat tidak ada yang mau
bersaksi karena takut dengan Bupati Lebak. Ketakutan ini merupakan hasil dari
represi bertahun-tahun yang dilakukan oleh Bupati Lebak terhadap rakyat Lebak.
Akhirnya, Djaksa membawakan dua orang dari rakyat Lebak yang mau bersaksi.
Dalam masa pembuatan
laporan ini, Max Havelaar baru menyadari bahwa asisten residen sebelumnya,
Slotering, juga berusaha menghapuskan penindasan ini dan harus bernasib naas
diracun oleh Bupati Lebak. Dari pengetahuan ini, Max Havelaar berusaha untuk
menjaga jarak dengan Bupati Lebak demi keselamatan dirinya sendiri.
Setelah laporannya
selesai dibuat, ia berikan laporan itu kepada Residen. Residen menolak laporan
itu dengan alasan bahwa Slotering meninggal karena penyakit liver, bukan karena
diracun. Hal ini diperkuat oleh laporan dokter kolonial yang melaporkan bahwa
Slotering meninggal karena penyakit liver. Max Havelaar pun tidak putus asa. Ia
lalu berusaha menyampaikan laporan itu kepada Gubernur Jendral.
Laporan itu pun tak
pernah sampai ke tangan Gubernur Jendral. Hal ini disebabkan karena orang-orang
disekitar gubernur jendral yang enggan untuk menghapus penindasan Bupati Lebak
atas rakyat Lebak itu. Max Havelaar juga menuduh bahwa ajudannya, Verbrugge,
bekerja setengah hati untuk menyejahterakan rakyat Lebak. Kegagalan-kegagalan dalam
menyejahterakan rakyat Lebak ini membuat Max Havelaar frustasi.
Max Havelaar pun
dimutasi untuk menjadi asisten residen di daerah Ngawi. Max Havelaar menilai
mutasi ini sebagai usaha pemerintah kolonial untuk tetap melestarikan
penindasan yang dilakukan oleh Bupati Lebak atas rakyat Lebak. Max Havelaar
merasa perjuangannya sudah kalah.
3.
Evaluasi
Film yang diangkat
dari novel dengan judul yang sama karya Multatuli alias Douwes Dekker ini
mengangkat sebuah isu menarik, yaitu tidak hanya pemerintah kolonial Belanda
saja yang menindas rakyat Indonesia, tapi juga pejabat-pejabat pribumi. Penindasan
yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pribumi juga dikuatkan dengan diangkatnya
isu yang sama dalam novel yang berjudul Hikayat Kadiroen karya Semaoen. Jika
melihat tahun terbitnya, novel Max Havelaar terbit sekitar tahun 1860 dan novel
Hikayat Kadiroen tahun 1920, artinya penindasan yang dilakukan oleh
pejabat-pejabat pribumi ini berlangsung cukup lama. Dari penindasan inilah
rakyat Indonesia menjadi hidup miskin.
Kelebihan dari film
ini adalah film ini berhasil menggambarkan suasana tahun 1850, atau era kolonial,
dengan sangat baik. Penonton seolah-olah dibawa masuk kembali ke era kolonial.
Penggambaran suasana penindasannya juga sangat baik sehingga penonton seperti
dipaksa untuk merasakan apa yang Max Havelaar rasakan.
Film ini juga
menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa Belanda dan bahasa Indonesia. Penggunaan
dua bahasa ini makin menambah kesan realistis dalam film. Yang mungkin
dikritisi dari penggunaan bahasa ini adalah bahwa bahasa Indonesia yang
digunakan dalam film ini adalah bahasa Indonesia modern, bukan bahasa melayu
klasik tahun 1850-an.
Kekurangan lainnya
adalah adanya ketidaksinambungan dalam penjelasan latar belakang karakter Max
Havelaar. Max Havelaar pada awal film digambarkan sedang mencari penerbit untuk
menerbitkan karya-karyanya. Selanjutnya, Max Havelaar tiba-tiba digambarkan sebagai
seorang asisten residen di kawasan Maluku yang baru saja mendapatkan promosi
jabatan dan menjadi asisten residen Lebak.
4.
Kesimpulan
Film ini sangat
direkomendasikan untuk ditonton. Film ini akan memberikan penonton perspektif
baru megenai kolonialisme Belanda atas Indonesia. Film ini memberikan kita
pemahaman bahwa yang melakukan penindasan atas rakyat Indonesia tidak hanya
bangsa Belanda, tapi juga sesama bangsa Indonesia itu sendiri. Ini merupakan
perspektif yang jarang diangkat ke publik.
Penggambaran ironis,
dimana Max Havelaar, seorang Belanda, berusaha menyejahterakan rakyat Lebak
sedangkan Bupati Lebak yang seoran pribumi terus menindas rakyat Lebak, semakin
memperkuat isu atau tema yang diangkat oleh film ini. Tidak semua Belanda
adalah jahat dan tidak semua pribumi itu baik.
Sign up here with your email